Dua pekan ini adalah puncak kesibukan partai politik mengurus pencalonan anggota legislatif. Mulai Senin (22/4), pengurus partai tingkat nasional menyerahkan daftar calon DPR ke KPU, pengurus partai provinsi menyerahkan daftar calon DPRD provinsi ke KPU provinsi, dan pengurus partai kabupaten/kota menyerahkan daftar DPRD kabupaten/kota dan KPU kabupaten/kota.

Jadwal pendaftaran calon anggota legislatif yang diundur sepekan oleh KPU, bukan berarti melonggarkan kerja pengurus partai. Mereka biasa kerja sampai menjelang tenggat, sehingga diundur berapa lama pun, kesibukan tetap memuncak mendekati batas akhir penyerahan berkas pencalonan.

Para politisi di partai manapun meyakini, perubahan justru sering terjadi pada detik-detik menjelang tenggat, sehingga para calon di semua tingkatan dan di semua partai tetap sibuk memastikan posisi pencalonannya: di daerah pemilihan mana, dapat nomor urut berapa. Semuanya tergantung pada ketua dan sekretaris, karena merekalah yang menandatangani daftar calon.

Di sinilah arti penting jabatan itu: ketua umum dan sekretaris jenderal partai nasional, ketua dan sekretaris partai provinsi, dan ketua dan sekretaris partai kabupaten/kota. Seperti undang-undang sebelumnya, UU No. 8/2012 menegaskan, daftar calon tidak sah jika tidak ada tanda tangan kedua pejabat tersebut.

Ini pula yang memaksa Partai Demokrat menggelar kongres luar biasa setelah Anas Urbaningrum berhenti dari ketua umum. Ini pula yang menyebabkan keributan partai di banyak daerah, karena jabatan ketua dan atau sekretaris sedang tidak jelas: bisa kosong karena yang menjabat mundur atau meninggal, bisa juga karena dianggap tidak sah.

Kekuatan politik ketua (umum) dan sekretaris (jenderal) partai yang dilegalisasi oleh undang-undang itu, tidak hanya terjadi pada pencalonan, calon anggota legislatif, tetapi juga pencalonan pejabat eksekutif: presiden dan wakil presiden, gubernur dan wakil gubernur, serta bupati/wali kota dan wakil bupati/wakil wali kota.

Di situ terlihat jelas bahwa tanda tangan ketua (umum) dan sekretaris (jenderal) partai merupakan titik sentral oligarki partai. Sebab, dari semua kewenangan ketua (umum) dan sekretaris (jenderal), kewenangan menandatangani daftar calon itu yang menjadi sumber utama kekuasaan. Sebab itulah jabatan itu diburu.

Jangankan oleh Aburizal Bakrie, yang sudah lama ngebet jadi presiden; atau, Megawati dan Jusuf Kalla yang ingin jadi presiden kembali; atau Wiranto yang keinginannya jadi presiden tidak kunjung padam. Bahkan SBY yang kekuasaannya melimpah ruah, tetap memburu jabatan ketua umum.

Kewenangan ini dengan sendirinya mengundang kader-kader partai untuk mendekat dan loyal kepada ketua (umum) dan sekretaris (jenderal) partai. Hubungan antarkader partai bukan lagi dihitung berdasar posisi dan fungsi kepengurusan, bukan juga berdasar kemampuan kader, tetapi lebih berdasar loyalitas. Dari loyalitas inilah oligarki dibangun.

Mereka yang masuk lingkaran oligarki, tidak hanya mendapatkan akses pengambilan kebijakan dan keputusan partai, tetapi juga mendapat akses ekonomi. Maksudnya, mereka bisa memainkan segala macam peran dan menghubungi segala macam pihak untuk menawarkan jasa politik dengan uang. Penguasaan uang ini juga yang kemudian digunakan untuk memperkuat oligarki, sehingga oligarki dan penguatan oligarki menjadi keniscayaan dalam sistem kepartaian kita.

Oleh karena itu, jika memang ingin memutus oligarki partai, langkah terpenting adalah memotong atau mengurangi kekuasaan ketua (umum) dan sekretaris (jenderal) dalam mengajukan daftar calon anggota legislatif atau pejabat eksekutif. Sebarkan kekuasaan itu ke tingkat rapat partai, atau bahkan anggota partai.

Jika rapat partai yang ditempuh, maka undang-undang Pemilu mengatur: pertama, daftar calon anggota DPR ditetapkan oleh rapat partai yang dihadiri oleh pengurus partai pusat, provinsi, dan kabupaten/kota; kedua, daftar calon anggota DPRD provinsi ditetapkan oleh rapat partai yang dihadiri oleh pengurus partai provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan; ketiga, daftar calon anggota DPRD kabupaten/kota ditetapkan oleh rapat partai yang dihadiri oleh pengurus partai kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan. Atau, kalau mau lebih radikal, daftar calon anggota legislatif dan pejabat eksekutif dipilih oleh anggota partai.