Dalam banyak hal, negara tetangga kita Malaysia lebih maju dari Indonesia. Hal yang paling kentara adalah dalam pembangunan ekonomi. Pendapatan per kapita Malaysia tiga kali lebih tinggi dari Indonesia. Karena perbedaan taraf eknomi yang mencolok ini, banyak warga Indonesia harus bekerja mencari sesuap nasi di negara jiran itu.

Namun dalam hal politik, agaknya masih banyak yang harus dilakukan rakyat Malaysia. Dalam kacamata orang asing seperti saya, politik Malaysia terkesan sangat kotor. Pembunuhan, fitnah, penyebaran video seks, pengadilan rekayasa, sodomi, kasus korupsi tingkat tinggi, ketegangan rasial, serta saling cerca antar tokoh partai adalah berita sehari-hari tentang politik Malaysia yang kita baca dan tonton melalui media massa.

Rakyat Malaysia sendiri barangkali kurang menyadari hal ini. Maklum, media mainstream mereka dikontrol ketat oleh negara. Jangan harap bisa membaca atau menonton berita yang mengkritisi pemerintah. Tak perlu jadi pakar politik untuk menyadari hal itu, orang yang masih punya common sense pasti akan langsung merasakan ada yang salah dengan media mereka.

Coba saja Anda iseng-iseng menonton streaming acara berita di situs TV3 Malaysia. Sepertinya isi berita stasiun televisi itu dari pagi sampai malam hanya memojokkan kelompok oposisi. Yang jadi bulan-bulanan, siapa lagi kalau bukan Anwar Ibrahim, tokoh oposisi Malaysia yang paling berpengaruh saat ini. Ia dipojokkan dengan macam-macam isu, mulai kasus sodomi, pro Israel, dan belakangan dituduh sebagai penyebar paham pluralisme yang dianggap berbahaya bagi umat Islam.

Saya kira Anwar Ibrahim memiliki kharisma yang sudah diakui di luar negeri. Saat datang ke Indonesia, ia diundang ke acara Kick Andy serta diwawancara oleh media-media yang disegani di tanah air. Namun sosok Anwar Ibrahim tampil sangat berbeda di media-media Malaysia. Kalau tidak dipojokkan di artikel koran-koran besar, maka berita tentang keluarganya mengisi tabloid gosip yang biasa memuat sensasi selebritas.

Ada-ada saja yang diberitakan. Misalnya dikabarkan hubungan Anwar dengan anak lelakinya menjadi renggang gara-gara ia tidak mau melakukan sumpah laknat untuk menyangkal tuduhan sodomi. Tentu saja tidak ada klarifikasi apapun dari keluarga Anwar. Media Malaysia bebas memberitakan apa saja tentang Anwar tanpa memberinya hak untuk menjelaskan.

Terus terang, saya sempat shock saat menonton atau membaca berita dari media-media mainstream Malaysia. Mereka tidak segan-segan menampilkan rekaman adegan seks yang konon dilakukan Anwar Ibrahim. Video yang belum jelas kebenarannya itu ditampilkan dengan sangat vulgar.

Seorang warga Malaysia sedang membaca surat kabar
Saya juga cukup terganggu dengan pemutaran berulang-ulang rekaman sumpah laknat seorang pemuda yang mengaku telah disodomi Anwar Ibrahim. Bagian yang ditampilkan selalu adegan ketika sang pemuda membaca ayat-ayat suci Al Quran, lalu dilanjutkan kalimat, “Saya bersumpah, telah diliwath (disodomi) oleh Datuk……”. Seperti kita ketahui, homoseksual adalah hal yang sangat tabu bagi sebagian besar masyarakat Malaysia. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan mereka saat menonton adegan itu.

Perlu saya jelaskan di sini, sumpah laknat ini artinya seseorang bersumpah akan menerima laknat atau azab kalau sekiranya sumpah yang diucapkannya hanya kebohongan. Mungkin ini mirip kebiasaan sumpah pocong di Indonesia. Ingin melihat adegan sumpah laknat itu? Silahkan tonton di bawah ini.

Meskipun putusan pengadilan telah membebaskan Anwar Ibrahim, banyak yang masih percaya bahwa kasus sodomi itu benar-benar terjadi. Komentar-komentar di Youtube maupun blog pribadi menunjukkan hal itu. Menurut mereka, Anwar dibebaskan untuk mencegah kerusuhan massal yang bakal dilakukan pendukung oposisi.

Gaya pemberitaan media mainstream Malaysia terus terang bikin saya geleng-geleng kepala. Penguasa Malaysia nampaknya tahu persis, suatu kebohongan yang diulang-ulang dan diberitakan besar-besaran akan menjadi kebenaran bagi sebagian orang. Saya kira itulah yang terjadi Malaysia.

Lalu apa yang dilakukan kelompok oposisi Malaysia? Apakah mereka diam saja dengan pemberitaan yang tidak adil itu? Oposisi Malaysia benar-benar harus bergerilya karena akses mereka ke media massa sangat terbatas. Bisa dibilang hanya sedikit media yang tidak dikuasai pemerintah, itupun terbatas pada media internet dan koran yang diterbitkan secara tidak berkala.

Kalau Anda mendatangi kios-kios penjual surat kabar di Kuala Lumpur, di antara koran-koran besar seperti Utusan, New Straits Times dan Star, terselip Suara Keadilan, sebuah surat kabar yang diterbitkan pendukung oposisi. Tampilan artistik koran ini kalah jauh dibanding media mainstream. Bentuknya seperti tabloid dengan kualitas cetakan seperti media amatir.

Suara Keadilan, koran oposisi Malaysia
Lalu bagaimana dengan isinya? Apakah mereka balik menyerang pemerintah yang telah memojokkan kelompok oposisi tanpa ampun?

Isi surat kabar Suara Keadilan didominasi oleh opini tokoh oposisi seperti Anwar Ibrahim, Wan Azizah Ismail dan Nurul Izzah. Mereka mencoba menyeimbangkan pemberitaan media mainstream yang berat sebelah. Namun, aksi kutuk-mengutuk nampaknya sudah begitu lekat dalam tradisi politik Malaysia saat ini.

Ini bisa dilihat dari teka-teki silang yang dimuat di Suara Keadilan. Ini bukan teka-teki silang biasa karena semua pertanyaannya hanya mengutuk penguasa. Namanya saja Teka Silang Kutuk, jadi isinya juga hanya kutukan. Seperti ini contoh pertanyaannya. “Sekian lama BN memerintah hanya tahu ….. duit rakyat”, atau “PR adalah madu, BN adalah …..”. Ternyata media oposisi juga bikin saya geleng-geleng kepala!

Politik di Indonesia mungkin tidak lebih baik dari Malaysia. Tapi setidaknya kita masih punya kebebasan pers dan para tokoh politik tidak saling cerca secara terbuka. Indonesia perlu belajar banyak dari apa yang terjadi di Malaysia saat ini.